Rabu, 12 Desember 2012

Marepas burung ...


Marepas atau menjerat burung merupakan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat, burung yang biasanya menjadi sasaran adalah jenis burung ayam-ayaman atau kalau dalam bahasa Bailangu disebut burung "ko'er". habitat burung ini adalah di daerah semak-semak sekitar sawah yang cenderung lembab atau berair. Itulah sebabnya burung ini di daerah lain dikenal sebagai burung air.

Bahan atau peralatan yang dibutuhkan untuk membuat "Repas" atau jerat burung ini adalah :
- Tali pancing atau tali nilon
- Ranting atau bila bambu, yang dipotong panjang 10-15 cm, lebar 1 cm untuk pijakan jebakan.
- 1 batang kayu sebagai stick pengikat tali pancing

Untuk memasang "repas" atau jerat ini, pertama-tama harus perhatikan jejak si burung. Jika terdapat jejak, yang cukup banyak berarti area tersebut sering dilalui sang burung, maka ditempat itulah nantinya "repas" dipasang.
Caranya :
  1. Ambil sebatang ranting pohon sebesar jari kelingking, lalu kedua ujungnya di tancapkan ke tanah, sehingga   membentuk setengah lingkaran.
  2. Lalu siapkan potongan ranting sekitar 5 atau 6 potong sepanjang sekitar 15-20cm.
  3. Ikat tali pancing pada sebatang dahan sepanjang 1,5 meter, lalu tancapkan ke tanah kemudian tali ditarik hingga stick melengkung setengah lingkaran (gunanya, agar kayu memiliki daya pegas ketika kaitnya terlepas) lalu tali pancing dikaitkan pada kayu yang ditancapkan ke tanah berbentuk setengah lingkaran.
  4. Ujung tali pancing di ikat simpul longgar, yang nantinya berguna untuk menjerat kaki atau anggota badan sang burung.
  5. Setelah ujung tali di longgarkan dan di ukur lingkarannya sesuai dengan ranting jebakan, maka di ikatkan sepotong ranting sepanjang 5 cm yang berfungsi sebagai pengait pada dahan yang telah ditancapkan ke tanah berbetuk setengah lingkaran tadi.
  6. Lalu di sekitar jebakan di kasih umpan seperti padi atau jenis makanan burung lainnya, dengan tujuan agar sang burung mendekati dan menginjak ranting jebakan.
  7. Maka ketika ranting jebakan terinjak, tali akan tertarik oleh hentakan stick yang ditancapkan ketanah.


"Selamat mencoba"


Senin, 10 Desember 2012

Umbut Rutan ...

Umbut Rutan
Umbut Rotan/umbut rutan adalah makanan khas masyarakat Bailangu, yang biasonye dibuat ulam, baik dilalap mentah maupun dipanggang atau direbus terlebih dulu. Kadangkala umbut juga dijadikan penyedap masakan gulai atau biaso disebut "gelayan gulai". Jenis Rotan yang paling sering dibuat lalapan adalah dari jenis "Rutan Sege" atau "Rutan Getah" yang berukuran agak besar.


Barutan (Panen Rotan)

Rotan/Rutan sekitar tahun 80an menjadi komoditas primadona dan menjadi sumber penghasilan masyarakat Bailangu. Memanen Rotan/rutan biasa di sebut "barutan" yang biasanya pekerjaan selingan setelah tanam padi usai. Penanaman rotan dilakukan secara tradisional, yakni buah rotan yang biasa disebut "pisai" ketika sudah matang akan jatuh dan tumbuh menjadi benih. Lalu setelah panjang rotan cocok untuk dipanen, maka dilakukakan pemanenan. Caranya, batang rotan di potong pada pangkalnya, lalu ditarik kebawah sembari dikupas kulitnya. Setelah bersih lalu di ikat dalam bentuk gulungan, kemudian di timbang beratnya untuk selanjutnya dijual. Saat ini rotan sudah mulai langkah dan tidak lagi menjadi komoditas penghasilan masyarakat Bailangu, karena telah banyak di ganti dengan tanaman karet/kebun karet. Namun umbut rotan dari rotan yang berusia muda, masih cukup banyak ditemui dan dikonsumsi masyarakat. Di pasar-pasar tradisional di Palembang cukup mudah mendapatkan umbut rotan, seperti di pasar Cinde, pasar Pahlawan dan Pasar Palime serta pasar Alang-alang lebar KM12.

Berikut redaksi sampaikan beberapa resep masakan yang terbuat dari Umbut Rotan/umbut Rutan yang diadopsi dari beberapa daerah di Indonesia :
Pindang Patin gelayan Umbut
1. Pindang Patin Gelayan Umbut 

    Bahan :
  • 200 gr umbut rotan dipotong2
  • 2 ekor ikan patin, bersihkan, potong2
  • 3 siung bawang putih, diiris tipis
  • 6 siung bawang merah, diiris tipis
  • 4 buah cabe merah besar,dibuang biji, iris tipis
  • 1 batang serai, diambil putihnya, diiris
  • 2 cm lengkuas, diiris
  • 2 cm kunyit, dibakar, diiris
  • 2 lembar daun salam
  • 1 butir telur,dikocok lepas
  • 3 1/2 sendok teh garam
  • 1 1/2 sendok teh gula pasir
  • 1 sendok makan air asam jawa
  • 1500 ml air
  • 1 sendok makan minyak untuk menumis

Cara membuat :

1. Lumuri ikan patin dengan 1/2 sendok garam dan
   1 sendok air asam jawa. Diamkan 10 menit.
2. Panaskan minyak.
    Tumis bawang putih,bawang merah,cabe merah,
    serai,lengkuas,kunyit,dan daun salam sampai harum.
    Sisihkan dipinggir wajan.
3. Tambahkan telur. Aduk sampai berbutir.
4. Masukkan air,garam dan gula pasir.Masak sampai mendidih.
5. Tambahkan ikan patin dan umbut rotan.Masak sampai matang.

Tomes Umbut
2. Tumis Umbut Rotan

Bahan:
  • 500 gram umbut rotan/diganti rebung,
    dipotong persegi
  • 5 butir bawang merah, diiris
  • 2 siung bawang putih, diiris
  • 2 buah cabai merah, diiris serong
  • 2 buah cabai hijau, diiris serong
  • 1 buah tomat, dipotong-potong
  • minyak untuk menumis
  • 250 ml air
  • 1 3/4 sendok teh garam
  • 1/4 sendok teh merica bubuk
  • 1 1/4 sendok teh gula pasir
  • 1/4 sendok teh pala bubuk
Cara memasak :

1. Panaskan minyak. Tumis bawang merah, bawang putih,
    cabai merah, cabai hijau, dan tomat sampai harum.
2. Tambahkan rebung. Aduk rata.
3. Masukkan air, garam, merica, gula pasir, dan pala bubuk.
    Aduk sampai matang.

"Selamat Mencoba"


Selasa, 20 November 2012

Pemandangan dan kenangan

Bailangu di Senja Hari, pemandangan di Sungai Musi
(Photo kiriman Didix Nia di Facebook)


Duduk di Perahu
(Kiriman Kailani Ani di Facebook)



Minggu, 09 September 2012

Photo Kenangan







Photo Kenangan sekitar Tahun 1978 bersama para guru dan siswa SD Negeri 1 Bailangu 
( A. Fikri Ahmy berdiri paling kanan barisan terdepan)
Yang berdiri memamkai Peci (Ayahanda Guru H. Alimaskaro)

Disini saya hanya ikutan berpose, karena sebenarnya saya murid SD Negeri 3 Bailangu yang saat itu sekolahnya berhadapan dengan SD Negeri 1 Bailangu dan kepala sekolahnya saat itu adalah Guru Abu Yani.

Minggu, 12 Agustus 2012

Nasib anak umang piatu lepas

Nasib Dak, Bagian Jauh

Wak mamak kupik kuyung, kecik besok tue mude, lanang batine ...
aku nak numpang bacarito, entah beno nia entah salah,
ikak cerito zaman dulu kala, ”nasib dak bagian jauh, anak umang piatu lepas”.

Anak umang piatu lepas, takeper takaredang,
mulai dai kecik idup sare, nurut ke ughang tue, diam diume dulu dusun,
kadang makan kadang dak, nunggu pondok atap saredang,

Basawah ngambik upah, bakebon paroan pulek.
Paroan bagi tige, dapat sabagian dikit pulek
itulah sangkan hidup sare, talepik malakare…

Awak kidas, kareteng pulek
Ulas jat, itam kelet, bungkuk balide
Kecik palituk, kapalak catok

Omor enam taun tinggalke bapuk, omor sepuluh taun ditinggal induk,
suek ughang bakal ke ngurus, sanak pangeman banyak dak agam,
Dulur suek, rantue suek, tinggal sughang di pondok talang

lantaran sare suek di rete, cuma ade kebon parah tue …
kapan takuk dak bagetah, paling ke dapat due kilu.

Abis aghai maraih bulan, abis bulan maraih taun, awak batamba besok,
pancarian cuma salubang, nafsu ade suek gek sanatan,
tambah aghai batambah nanggung ….

Ndak marantau bute huruf, dak pacak mace huruf mbak gonong
Nulis dak pacak, bacawa pelor, bakalakar tambah dak tau.

Awak batambah besok, tafikir endak mukak utan,
nebang kayu makai baliung, suek sanak pangeman tapare nulung,
ughang baume babidang–bidang, tubuk cuma baume salongkang batang ...

Nanam padi dak olah ngetam, bakebon suek di oleh
Butang dak denjuk ughang, nak mintek apelagi
batiup angen ke jawe, amon ndak idup tarik nyawe

Ngelik kawan sabaye rate bakule, tubuk lum pacak lantaran sare,
nyubo ngepek gadis sakampung, tubuk linjang ughang dak linjang,
walau di rayu masih dak agam, muat dak pacak tido malam,

bakule bae dak bagadai, mane ke rasan lakar ke sampai,

suek ughang endak linjang di ughang sare, rate milih ughang bajik serte sugi,
meski ujo cinta terkadang bute, mon dajak sare die mancelang

Jalan linjang mintar balaki, timbul tubuk maule–ule,
awak renang disangko gile, itulah amon idup sare,
janganke yang ulas londa, serte gadis ejat dak ngalale.....

Mungkin ikak takdir tuhan, nguji umatnye supayo baiman,
suek ughang tughun kabomi endak sare, apeke lagi banasep malang,
malore awak dewek, ughang tawe tubuk nyamulung…

Cukup la ikak ku bacarito, mungkin pacak dambik hikmahnye

Make nye idup endaklah sabar, selalu bado’a kepade tuhan,
galak ngaji serte sembahyang, supayo fikiran dak melayang,
ngalababe kilo kulu, bagawe segan batambah buntu.

Walau anak yatim piatu, segaleknya ade rezeki dienjuk tuhan,
amon kitek memang baiman, ade bae tuhan ngenjuk jalan,
asal babeno pacaye diri...

Nasib kitek dak baubah, amon fikiran sempit serte susah,
cobo bapintek tengah malam, mujur dapat petunjuk tuhan,
jangan nyame ke ughang batuah, malenggak kapucuk kelik kabawa
pandang ke pulek kidau kanan,…

Walaupun sare lagi ke susah, galak–galak basadekah,
ngape salalu dinggap panyakit, oleh ade rezeki jadi pelit,
itulah harte dak barekat, ape lagi dapat dingen jalan sesat,
anak cucung lakar melarat ….

Amon tuhan ndak ngenjuk jalan, gek gelap jadilah terang
Jalan terang menjadi lapang.
Ulas jat kenannye ringkih, kulit itam menjadi putih
apelagi mon barangen naek Mercy

Janganke gadis baulas jat, gek londa ngigit bibo badagha-dagha
Janganke kijap, sengom bae die pacak gile
Dunia genggam nasib babalek ...

Kepade segalek hadirin di sikak, aku bukan ndak jadi guru,
amon salah maafke aku, wak mamak kupik kuyung, aku ndak baije tughun panggung,

maaf mon ade kate dak nyambung, maaf ke aku amon tasinggung
sekali lagi ku mintek maaf, jangan ngotok ku dingen puntung…

Wassalam,

Barego alias Burgo : Edisi makanan Khas

Masyarakat Bailangu khususnya dan Sumatera Selatan umumnya sangat mengenal makanan Burgo atau kalau bahasa Bailangu disebut "Barego", makanan dari Tepung terigu dengan kuah campuran santan dan suwiran ikan ini (biasanya menggunakan daging ikan gabus) menjadi makanan yang biasa disajikan pada acara-acara syukuran, saat hari raya, ataupun makanan sehari-hari pada waktu pagi, siang bahkan malam hari. Nah untuk mengingat kembali dan sekaligus untuk mengetahui cara pembuatannya, berikut redaksi sampaikan resep membuat Burgo alias Barego.

Bahan nye :
250 gr tepung beras
...50 gr tepug sagu
1 sdm kapur sirih
250 ml air mendidih
500 ml air biasa
garam secukupnya

500 ml santan
250 gr ikan gabus, direbus, disuwir halus
3 lembar daun salam
bawang goreng secukupnya

Haluske :
1/2 sdm ketumbar
2 sdm lengkuas
2 sdm kencur
1 sdm irisan bawang putih
1/2 sdm garam
50 gr kelapa parut


Carek mbuat nye :
- Seduh sebagian tepung beras dengan 250 ml air mendidih.
- Aduk merata.
- Tambahkan sisa tepung beras sedikit demi sedikit,
   lalu sagu, garam, dan air kapur sirih serta air biasa.
- Aduk hingga menjadi adonan
- Buat dadar tipis-tipis dari adonan tadi, angkat lalu digulung.
- Potong-potong, sisihkan




- Rebus bumbu yang telah dihaluskan dengan santan bersama daun 
   salam.
- Masukkan daging ikan yang sudah disuwir halus.
- Setelah mendidih, angkat
- Hidangkan burgo dengan potongan dadar, lalu disiram dengan kuah
   ikan.
- Taburi bawang goreng

Sabtu, 11 Agustus 2012

"Rusip, Pekasam, Pede, Petis" : Lauk pauk Khas dari Ikan

1. Rusip
Rusip merupakan salah satu makanan atau lauk pauk khas Bailangu dan dikenal luas di Kabupaten Musi Banyuasin yang berasal dari Tanah Bangka. Mengingat nenek moyang ughang Bailangu berasal dari Tanah Bangka, maka tidak heran jika makanan ini juga menjadi makanan khas ughang Bailangu. Makanan ini terbuat dari ikan Seluang atau kalau di Bangka biasanya disebut ikan Bilis maupun ikan Teri, yang sering disebut masyarakat Belinyu Bangka dengan bilis rusip. Mengapa ikan jenis ini yang dipilih?, Karena ukuran ikan Seluang, atau ikan bilis maupun ikan teri ini cukup kecil sehingga setelah di Fermentasi beberapa waktu lamanya tulang belulangnya menjadi empuk.
Cara pembuatannya ada beberapa tahap, mulai dari membersihkan ikannya, terus mencampurkannya dengan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti garam dengan komposisi yang seimbang, tepung dari beras yang sudah di sangrai (goreng tanpa minyak) lalu dimasukkan kedalam wadah yang kedap udara. Biasanya wadah yang digunakan adalah botol bekas wadah sirop atau bekas botol kecap yang telah dicuci bersih. Kadangkala jika dalam jumlah yang banyak wadah yang digunakan adalah Guci keramik bermulut sempit.

Proses Fermentasinya biasanya memerlukan waktu antara 2 minggu hingga tiga bulan, dan selama tutup botolnya tidak dibuka, biasanya Rusip awet  hingga jangka waktu berbulan-bulan bahkan 1 tahun.

Rusip ini memiliki aroma yang sangat menyengat sehingga bagi yang tidak terbiasa akan menyebabkan sedikit rasa mual. Namun bagi yang sudah terbiasa dengan makanan yang satu ini akan sulit dilupakan karena rasanya yang sangat berbeda dari makanan yang lain. Selain itu, bentuk ataupun wujud dari makanan ini sangat ekstrim bagi yang tidak terbiasa.

Untuk memasaknya, Rusip biasa di sajikan dalam bentuk gulai tumis. Yakni di tambahkan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, daun kemangi dan cabe rawit. Cara memasaknya pertama-tama bawang putih dan bawang merah di goreng setengah matang sampai keluar aromanya, lalu rusip dimasukkan dan ditambah air sedikit dan di masak sampai mendidih, setelah itu baru di campurkan kemangi dan cabe rawit. Taburi sedikit gula untuk membuat cita rasanya agak sedikit manis, asin dan pedas.

Biasanya penyajian Rusip di dampingi dengan lalapan berupa rebusan umbut rotan, pucuk ubi, kacang panjang dan lain sebagainya.
 
Dulu dikalangan anak Bailangu yang tengah merantau menuntut Ilmu, Rusip menjadi salah satu makanan yang biasanya menjadi bekal yang dikirm para orang tua dari kampung halaman. Karena makanan ini terbilang awet disimpan selain ikan salai, ikan pundang, dan ikan balur.

Pembuatan Rusip ini biasanya ramai ketika musim air Sungai Musi pasang dan disaat itu biasanya ada istilah musim "seluang mudik". Pada saat seperti itu masyarakat ramai menangkap ikan menggunakan alat yang di sebut "tangkul".

2. Pekasam.
Pekasam adalah ikan yang difermentasikan dengan garam dan nasi putih, juga disimpan dalam tempayan yang ditutup sangat rapat, berbeda dengan rusip, pekasam masih terlihat bentuk ikannya hanya saja tulangnya lebih lunak namun ketahanannya kalah dibandingkan rusip yang bisa tahan berbulan-bulan.

3. Pede (Peda)
Pede dibuat dengan bahan yang hampir sama dengan rusip, bedanya ikan yang digunakan adalah ikan jenis sepat. Setelah ikan dicuci bersih kemudian di garami, lalu di taburi Nasi kering yang sudah di sangrai dengan cara selapis susunan ikan lalu ditaburi nasi sangrai, kemudian lapisan ikan lagi dan nasi sangrai lagi begitu seterusnya sampai terakhir. Kemudian wadah ditutup rapat dan diamkan selama kurang lebih 1-2 minggu. Biasanya kalau sudah jadi "Pede" bentuk ikannya sudah hancur. Cara penyajian biasanya di pepes atau di tumis bersama Cabe rawit.

4. Petis
Makanan lauk pauk yang berasal dari ikan lainnya adalah Petis. Petis dibuat dari udang atau kepala ikan yang di Fermentasi, biasanya kepala ikan yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan adalah kepala ikan betok.

Adapun cara membuatnya adalah

Bahan Kepala Ikan/Udang
1.Cara pengolahan petis dari sari udang
a.Bersihkan dan cuci udang / sisa-sisa kepala ikan/udang dan kulit udang
b.Rebus dengan air hingga mendidih ( untuk 0,5 kg ikan/udang direbus
   dalam 2 liter air selama 40 – 45% menit sampai kepala ikan/udang empuk)
c.Saring air rebusan tersebut dan beri bumbu-bumbu, seperti : gula dan garam
d.Panaskan kembali hingga mengental dan berbentuk pasta
e.Dinginkan dan masukkan dalam wadah plastik atau botol

2. Cara pengolahan dari daging udang / ikan
a. Ikan/Udang dicuci bersih dan ditumbuk halus kemudian diremas-remas
   dengan tangan sambil diberi air dan disaring
b. Lakukan pekerjaan ini sampai 3 kali
c. Sebagai pedoman, untuk 0,5 gr udang diperlukan 3 liter air yang
   pengunaannya bertahap sebanyak 3 kali yang diperlakukan sama seperti diatas
d. Hasil saringan dipanaskan sambil diberi bumbu garam dan dan gula
   merah secukupnya sampai mengental
e. Dinginkan dan tempatkan dalam wadah plastik / botol

Dulunya jenis pengawetan ikan ini dipakai ketika ikan sedang melimpah, misalnya musim bekarang saat musim kemarau maupun musim banjir, sementara jalur distribusi penjualan masih lambat sehingga saat ikan melimpah harganya jatuh.
Sekarang ini sangat jarang orang membuat rusip, pekasam, pede maupun petis disebabkan ikan tangkapan mulai berkurang seandainyapun pada saat ikan melimpah, karena distribusinya bisa lebih cepat harga ikan tidak jatuh sehingga orang lebih baik menjualnya daripada membuat rusip, pekasam, pede maupun petis.

Semoga bermanfaat ... !

Minggu, 05 Agustus 2012

Menikah beda agama apakah boleh?

Mikak aghai tehnologi la merambah sampai ka pelosok Talang, pengaruhnye masuk sampai ka Jantung kehidupan, perilaku idup materialistis merambah segalek sendi kehidupan. Gaya hidup artis justru menjadi panutan dan ulama semakin ditinggalke. Banyak mikak artis yang menikah beda agama dan seolah itu menjadi rujukan. Untuk itu redaksi mendapat sebuah pencerahan dan bermaksud berbagi pengetahuan untuk generasi mude Bailangu, agar dapat direnungi dan dipahami sebagai salah satu pedoman perilaku.
Hukum Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi  kebutuhan biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.
Hukum Pernikahan Dalam Islam
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau.
Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
  • Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
  • Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah
  • Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
  • Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.
Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama merupakan hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim (namun belum tentu diperbolehkan agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini sebenarnya sudah diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.
Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1.       Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim
2.       Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah
Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
  • Golongan Orang Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali As Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya).
Beberapa contoh golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari, Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya
  • Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As. atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.
Mengenai istilah Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’. Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani. Jadi kaum Nasrani di Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.
1.       Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim
Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu, menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya
“(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu :
  • Jelas Nasabnya
Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas, sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab, seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
  • Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang apabila mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW, pasti mereka akan masuk Islam
  • Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah
Ada beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah, Sahabat Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya, semua memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin Khattab pernah berkata
“Pria Muslim diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria Ahli Kitab menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi akhirnya wanita tersebut masuk Islam. Dengan demikian, keputusan untuk memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.) para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’ Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut dinilai tidak Shahih
Demikian pula Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor:  4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal 9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M (disini) tentang haramnya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada beberapa dalil naqli, tetap saja menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Dan rupanya fatwa itu dikeluarkan karena didorong oleh keinsafan akan adanya persaingan antara agama. Para Ulama’ menganggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan bagi kepentingan dan pertumbuhan masyarakat muslim
Namun ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”
Dan juga Al-Quran Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALLAH mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami) mereka orang-orang kafir. Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang ditetapkanNYA diantara kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti
“tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam sebagai tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus (mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab
Sedangkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah
2.       Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’ tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Kami (kaum muslim) menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh menikahi wanita kami”
Menurut Imam Ibnu Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah, maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat dipertanggungjawabkan.
Kesimpulan
Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar “Ahli Kitab”, maka saya dapat simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli Kitab tetap dihukumi haram
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya; karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena baik kualitas agamanya. Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian akan beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka bagi kaum muslimin dan muslimah, alasan pernikahan beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi atau apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.
Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi boleh dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya pernikahan yang paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah adalah pernikahan dengan orang seagama yaitu Islam.
Wallahu ‘alam bisshowaab ... (dikutip dai salah satu Blog)

Selasa, 21 Februari 2012

Tanah air ku tempatku menimbah Ilmu ...


Didesaku tempatku dulu menimba Ilmu….

Lirih lyrik lagu "Tanah airku" adalah sebagian kenangan yang membekas dan terus membayang pada sahabat dan para guru yang telah mengasah angan dan harapan di sebuah sekolah sederhana nun jauh di ujung desa di tanah kelahiran.

Lagu diatas mungkin sudah tidak dikenal oleh anak-anak zaman sekarang, tidak terkecuali mungkin anak-anak di kampung halamanku kini. Tapi lagu itu tetap membias dalam benakku, karena lagu itulah yang dulu sering kunyanyikan berulang-ulang setiap ada kesempatan untuk tampil didepan kelas saat berlomba siapa yang lebih dulu untuk pulang sekolah atau saat pelajaran seni suara salah satu mata pelajaran favoritku disekolah yang sangat sederhana itu. Sekolah Inpres pertama yang didirikan oleh pemerintah, di kampung halaman yang pernah dikunjungi “buya HAMKA”, yang novelnya dibawah lindungan ka’bah menjadi karya sastra melegenda.

Nun di ujung desa sekolahku yang masih berdinding susun sirih beroleskan cat kapur berwarna putih, dengan hiasan photo-photo pahlawan Nasional didinding ruang-ruang kelasnya dan beberapa lukisan karya anak didiknya yang berupa pemandangan alam pegunungan. Disekolah ini kami diajarkan membuka mata tentang pelajaran duniawi dan sebagian kecil pengetahuan tentang akhirat sebagai kurikulumnya. Melalui Bapak dan Ibu guru yang memang pantas di gugu dan ditiru mengajarkan banyak hal pada kami tentang perilaku, tata krama dan sopan santun serta kejujuran sesuai adat budaya bangsa. Dan terselip juga diantaranya tentang bagaimana kecintaan terhadap tanah air yang tersirat dari figure beberapa guru yang berasal jauh dari tanah jawa atau dari kabupaten lain yang akhirnya memilih menetap dan tinggal hidup membaur menjadi warga desa.

Cinta tanah air itu semakin melekat kuat ketika sepulang sekolah lumpur sawah menjadi sahabat sejati yang membaluri sekujur tubuh, dan meminum air yang langsung diseruput di pinggiran sungai Musi saat istirahat sekolah maupun setelah melalui penyaringan menggunakan lesung batu gunung yang akrab di sebut “saringan” di rumah adalah cara lain alam membenamkan doktrin mencintai tanah kelahiran. Bermain seluncuran dengan lumpur di belakang sekolah yang dibuat menyerupai permainan ski maupun berseluncur di tebing pinggiran sungai Musi adalah bagian kebaikan alam mengenalkan tanah air yang banyak memberikan berkah ini. Bermain di pasir pinggiran Sungai Musi saat kemarau tiba seolah menjadi nuansa lain yang menjadi kenangan indah, kelokan sungai Musi di hulu dan hilir desa dengan deretan pepohonan menjadi latar belakangnya semakin menambah indah kenangan sepanjang hayat dikandung badan.

Sekolah yang sederhana ini memacuh peserta didiknya dengan angan-angan yang tidak sederhana. Derap langkah murid yang sebagian masih bertelanjang kaki menuju kesekolah, tanpa sepatu mewah, bahkan ada yang berangkat dari sawah menyusuri jalan setapak dengan tas plastic “kantong kresek” sebagai wadah buku tulis lusuh, menggambarkan betapa semangat juang mereka untuk belajar begitu besarnya sehingga sulit digambarkan dengan kata-kata. Dengan Mata melotot memandang papan tulis hitam pekat dengan goresan kapur tulis, mereka berusaha menangkap setiap pelajaran yang di sampaikan Bapak-Ibu guru yang kadang terpaksa harus disampaikan menggunakan bahasa daerah karena murid-murid belum terbiasa bicara selain menggunakan bahasa ibu mereka yang telah menyatu dengan lidah sebagai subyek penghasil vocal konsonan anugerah Tuhan yang Maha Kuasa.

Dentang lonceng besi bernyanyi nyaring sebagai pertanda waktu belajar telah tiba, murid-murid berbaris tertib dipimpin ketua kelas yang dengan lantang meneriakkan “siap grak, lencang kanan grak, tegap grak…!” lalu menunjuk salah satu dari dua barisan yang berjejer untuk masuk lebih dulu ke ruang kelas. Kemudian satu demi satu guru kelas masuk mengiringi langkah kaki murid-muridnya untuk segera memulai mata pelajaran. Tidak lama kemudian terdengar koor murid-murid membaca do’a pembuka “Robbi Srohli Soddri, wayasirli amri wahlul uq’datam min lisanni yafqohu qouli”, dengan begitu bersemangatnya menyambut hari baru dengan lipatan tangan rapi diatas meja kayu yang sederhana. Sementara sang Pahlawan tanpa tanda jasa, tidak kalah semangatnya menginstall ilmu pengetahuan pada murid-muridnya, tanpa kenal lelah karena sebagian besar murid lebih banyak bengong karena kelelahan membantu orang tua baik pekerjaan rutin disawah maupun mengasuh adik yang masih balita atau memang kecerdasan Intelektual (IQ) mereka memang kurang memenuhi persyaratan karena tidak terpenuhinya syarat empat sehat lima sempurna dalam konsumsi makanan mereka.

Ketika dentang lonceng bergema kembali, pertanda jam istirahat tiba, dengan cepat dan sigap murid-murid berhamburan keluar ruang kelas, dan beberapa saat kemudian telah membentuk kelompok bermain masing-masing. Murid perempuan membentuk kelompok bermain “epak” mainan tradisional yang murah meriah hanya bermodalkan tanah yang digaris berbentuk petak sebagai lambang permainan, ada juga sebagian lain yang bermain catut karet. Sementara murid laki-laki sibuk bermain “gonto” (kelereng) dan kelompok lainnya bermain kasti bermodalkan satu bola tenis dan tongkat pemukul dari sepotong kayu. Teriakan gembira dan ringisan salah satu dari mereka yang terkena “cas” atau tembakan yang mengenai tubuh mereka dari lawan mainnya menjadi gema yang berkumandang membelah kesunyian hutan di sekeliling sekolah. Ada lagi sebagian murid yang sibuk dengan keahliannya melempar buah asam yang disebut “kadeper” yang batangnya tumbuh dan berdiri kokoh ditengah lapangan sekolah. Sementara murid kelas lima dan kelas enam biasanya sibuk bermain bola volley bersama guru olah raga. Gelak tawa dan canda membahana di angkasa, menembus cakrawala menjadi hiasan partikel-partikel udara yang terbang bersama awan menuju lagit biru yang membentang. Begitu indahnya kebersamaan itu. Disaat haus menerpa ketika permaian usai, lari menuju sungai sang sumber air mata alam menjadi tujuan sempurna. Menyeruput air dari sumbernya langsung telah menjadi kebiasaan turun temurun yang diwarisi dari kakak kakak kelas sebelumnya, sekalipun sering di ingatkan bapak dan ibu guru karena bisa menjadi sumber penyakit seperti muntaber, kolera dan disentri. Tetapi alam begitu mencintai kami, anak-anak yang dibesarkan dalam pelukan semesta raya yang membentang nan indah ini. Penyakit sepertinya tidak tega menghampiri kami, karena kuman dan segala sahabatnya telah terlalu akrab bersahabat setiap hari, sehingga dari air hujan yang mengguyur, dari tanah lumpur, dan dari air sungai yang tidak pernah menyentuh dinding tempayan yang dipanaskan dengan kayu bakar dengan suhu tertentu yang menjadi prasyaratnya ternyata justru menghasilkan kekebalan tubuh luar biasa, yang justru begitu susah payah didapat oleh anak-anak di perkotaan yang padat gizi.

Ketika waktu masuk kembali tiba, murid-murid segera bergegas menuju ruang kelasnya masing-masing untuk kembali bergulat dengan berbagai mata pelajaran yang entah menyangkut di otak atau sekedar numpang lewat dari telinga kiri lantas segera hilang melalui telinga kanan sebagaimana Bapak dan ibu guru sering mengingatkan. Dentang lonceng pertanda pulang, seolah gema alam yang paling dinanti oleh setiap murid-murid, karena pertanda dimulainya waktu bermain bebas, sebebas burung-burung yang terbang diangkasa raya menikmati setiap pesona waktu bersama teman sebaya. Ada pula yang segera bergegas menyusul orang tua kesawah atau ladang untuk sekedar berbuat semampunya meringankan beban dipundak orang tua mereka.

Kasih sayang bapak dan ibu guru yang tiada kenal lelah memberi bimbingan, seolah menjadi belaian kasih tak terhingga yang meresap kuat dalam ingatan sepanjang masa. Guru yang rela mendatangi rumah murid-muridnya satu persatu pada malam hari, sekedar memastikan bahwa murid-muridnya tekun belajar dan tidak berkeliaran bermain saat malam menjelang, guru yang rela mendatangi orang tua agar anak-anaknya diberi kesempatan untuk sekolah dan dibebaskan dari beban mengasuh adiknya yang masih balita karena harus menjalani ujian sekolah, seolah menjadi motivasi lain yang kuat menanamkan disiplin dan tanggung jawab terhadap masa depan. Celetar rotan “sege” sepanjang satu meter di papan tulis tatkala Bapak dan Ibu guru menyampaikan mata pelajaran, seolah menjadi hentakan yang menyejukkan agar ilmu dapat terbenam dan merekat kuat dalam ingatan para murid yang terdiri dari anak-anak desa yang lugu yang kadangkala bimbang menaruh harapan masa depan mereka.

Saat waktu terus bergulir, hari meretas minggu, minggu meretas bulan, dan bulan meretas tahun. Dari kwartal ke kwartal waktu terus berpindah meninggalkan kenangan berupa sederetan angka nilai yang terpatri di buku raport, maupun ijazah. Setelah itu murid-murid kembali berjibaku dengan berbagai tantangan kehidupan selanjutnya. Ada yang meneruskan sekolah kejenjang berikutnya, namun ada juga yang harus puas dengan pendidikan yang telah didapat dan terpaksa putus sekolah karena alasan kondisi ekonomi orang tua yang tak sanggup membiayai ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Nun di ujung desa kesunyian kembali menjadi nyanyian alam, yang mengitari sekeliling sekolah. Di sebuah prasasti yang menggambarkan betapa dulu di sini telah lahir beribu-ribu harapan, beribu-ribu kisah sukses anak desa membelalakkan mata pada ilmu pengetahuan yang terlahir dari sebuah kesederhanaan sarana pendidikan. Dari para guru yang sederhana. Guru yang telah mengenalkan dunia melalui pengajarannya, guru yang telah mengenalkan banyak hal tentang ketrampilan, ketangkasan, kecerdasan, kejujuran dan kesederhanaan. Guru yang mengajarkan tentang kedisiplinan, sikap hormat dan bertanggung jawab dengan belaian kasih sayang atau lewat hukuman terhadap kesalahan dengan celetar cemeti dari rotan pada telapak tangan. Sekalipun saat ini mereka mungkin tidak sempat mengenal tekhnologi yang terus berkembang, dari satellite palapa B2 yang dulu mereka ajarkan. Mereka yang mungkin tidak pernah tahu dan mengenal system koneksi Radio Link, VSAT atau bagaimana fiber optic dapat menghantarkan berjuta informasi dalam sekejap, mereka yang tak sempat mengenal berbagai gadget terbaru dan bagaimana internet menjadi penghubung belahan dunia yang dapat diakses bahkan dari sekolah sederhana kami yang masih berdiri megah menantang zaman hingga saat ini. Tetapi mereka telah mengenalkan banyak hal tentang mimpi, tentang harapan dan angan-angan anak desa yang sebagian bertelanjang kaki menyusuri harapan masa depan.

Kini kembali lirih syair ku dendangkan sembari membayang pada lentera yang telah menghidupkan sebuah harapan :
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai

Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan                 Tanah airku -Ibu Soed-


Salam rindu buat sahabat alumni SD Negeri 3 Bailangu
angkatan 1978 - 1984 :
Ani Purnama, Yurike Sanger, Rozalina, Rita. S Ruslan, Rosmala Dewi, Sri Wartini, Sri Hartati, Sri Pitriani, Susilawati, Maisuha, Ernawati, Nazirin, Zilpikar, Iwan Damyat, Iwan Denin, Ahyar, Tarzan, Saipul Oce, Sudir Oce, Mariadi/Cik ding, Rozali/Sekerut pakam, Darmizal, Tarmizon, Mintaria, Holip, Alpian, Sarwo Edi, Imran, Latip M, Waliya Talatop, Rasmadi, Slamat, Ishan.

Para guru yang bijak bestari :
Bpk Ishak Kohar, Guru Kholil, Pak Abuyani, Pak Awwan Auwab, Ibu Suroya, Ibu Aswati, Ibu Arjuna, Ibu Rozita, Ibu Yati Darman, Ibu Yamcik, Pak Sutarman, Ayahanda guru Alimaskaro

Selasa, 14 Februari 2012

Aku rindu kampung halamanku ....!

Matahari belumlah menampakkan diri, ketika asap kayu bakar mulai mengepul dari selah-selah dinding dan atap dapur warga, sebagai manifestasi kesibukan ibu-ibu yang semenjak subuh telah sibuk dengan segala persiapan ala kadar untuk membekali keluarganya dengan sarapan pagi. Dengan makanan khas antara lain godo-godo pisang, nasi ketan dan kopi manis yang merupakan makanan tradisi . Ibu-ibu siap menghantarkan para suami menjemput harapan masa depan mereka di alam yang terhampar luas berupa kebun para, ladang dan sawah. Sementara denguhan anak-anak yang baru beranjak dari peraduan terdengar sayup-sayup menyapa alam, sebagian dari mereka masih sedikit malas membuka kelopak mata untuk menuruni anak tangga kemudian berjalan gontai dan ada yang malah tergesa-gesa menelusuri jalan setapak menuju pinggiran sungai Musi untuk segera mandi dan membersihkan diri, lalu bersiap-siap dengan seragam sekolah ala kadarnya menjemput harapan masa depan mereka.

Ketika matahari mulai menyeruak menembus embun pagi kesibukan semakin bertambah, ibu-ibu berjalan beriringan dengan sang suami dengan sebuah keranjang rotan menggelayut di rongga kepala mereka berisi bekal ala kadar dan beberapa alat kerja seperti, mandau, sengkuit, arit dan lain sebagainya yang dibutuhkan untuk menggarap sawah, sebagian lagi sibuk menimbah perahu untuk mengeringkan air hujan yang menggenang atau imbas dari sedikit kebocoran dempul perahu yang mulai retak termakan usia. Tidak lama kemudian dengkuh dayung menyusuri sungai, dan seolah membelah alam dengan kepak air yang pecah di hentak satu persatu helaan dayung perahu untuk mendorongnya maju menatap asa di hamparan alam yang dituju.

Tidak kalah sibuknya jalanan arteri desa oleh sekumpulan anak muda berseragam sekolah yang saling menjemput teman sejawat mereka dengan sepeda ontel tua yang biasa disebut dengan “kereto angen” dengan riang gembira mendayung handle sepeda, menjemput impian masa depan mereka di sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas di ibukota kabupaten yang berjarak sekitar dua puluh dua kilo meter jauhnya. Dering bel sepeda tua dan gelak tawa canda mereka seolah menjadi nyanyian alam, yang menggema, menggetarkan sanubari. Karena nyanyian itu adalah nyanyian harapan, nyanyian itu adalah nyanyian menjemput impian masa depan. Nyanyian sukma yang lahir dan dibesarkan alam untuk bertekad merubah strata kehidupan dari petani sawah, petani ladang berpindah atau pergulatan hidup menjadi anak kapak toke para menjadi pendobrak dunia yang sayup-sayup terdengar indah dari berita yang dikabarkan mulai dari pidato sang proklamator Bung Karno yang menanamkan sugesti untuk menggantungkan cita-citamu setinggi bintang dilangit. Atau dari siaran Radio Trasnsistor tua yang mengabarkan berbagai berita tentang berbagai perubahan dunia, maupun dari televisi hitam putih yang masih sangat langkah yang memilikinya dengan jangkauan antenna tinggi menjulang mencakar langit, berusaha menangkap gelombang frekuensi dengan susah payah sehingga gambar samar-samar berbintik cukuplah menjadi penghibur memandang sudut lain perubahan dunia. Semuanya melahirkan sugesti, dan sugesti itu melahirkan impian. Ada yang berkeinginan menjadi Insinyur, Dokter, Guru, Tentara, Polisi, pegawai negeri atau hanya sekedar membekali diri dengan kemampuan baca tulis, dimana sebagian keluarga keturunannya nampak begitu tertinggal karena masih buta hurup dan hanya bisa menempelkan jempol tangan kiri saat mendaftarkan anak-anak mereka kesekolah.

Perlahan tapi pasti padi disawah mulai menguning, Ibu-ibu dan para suami kembali sibuk dengan tuai mereka berlomba dengan burung pipit memanen buahnya yang menguning dan terhampar luas di persawahan. Derik lantai pondok dari anyaman bambu terdengar ringkih oleh pijakan kaki mengurai buah padi dari tangkainya. Sementara anak-anak ikut serta dengan riang gembira atau malah sedikit merasa terpaksa karena diharuskan ikut membantu pekerjaan orang tua mereka di sawah, sementara dalam benak mereka menari-nari keinginan untuk bermain dan bergembira bersama teman-teman sebaya.

Dan perlahan namun pasti anak-anak berseragam sekolah sebagian ada yang meneruskan cita-cita mereka lalu melanjutkan perjuangan harapan masa depan mereka ke kota untuk menatap liku-liku lain dari sebuah perjuangan menyambut impian. Laksana pungguk yang merindukan bulan mereka ditempa kembali ketahanan mentalnya dengan bekal seadanya dan harapan tiap bulan ada kiriman dari kampung halaman berupa sekarung bekal berupa sembako dan mujur kalau saat itu sedang ada musim ikan atau buah-buahan. Karena akan sedikit menambah protein dan gizi disela-sela padatnya perjuangan harian perut yang sudah terbiasa dengan nasi hangat ditaburi sedikit garam dengan lauk kerupuk yang sudah merupakan makanan rutin yang dilalui bersama padatnya tugas sekolah. Makanan tersebut seolah berlombah cepat dengan hapalan yang harus dipadatkan dalam rongga otak berupa kosa kata bahasa inggris, logaritma, rumus kimia, rumus fisika, rumus akuntansi keuangan, atau teori psikologi kejiwaan serta Ilmu matematika dasar yang seolah bebannya tidak kalah beratnya dengan mengangkut dua karung goni padi disawah hingga di hantarkan ke pabrik penggilingan beras di desa. Tidak kalah sibuknya ejekan dari nyamuk-nyamuk kota yang menggerogoti tubuh kurus yang tidak padat gizi karena tempat kos hanyalah kolong rumah yang jauh dari kesan sehat. Onggokan kasur tua dan meja belajar yang perlahan berkurang kekuatannya karena lapuk digerogoti rayap adalah bagian saksi sejarah betapa beratnya perjuangan cita-cita menjadi manusia modern dengan berbagai gelar dan embel-embel yang diidamkan.

Namun ada sebagian dari mereka yang menyerah pada nasib percintaan, sehingga tidak sempat menamatkan sekolahnya, karena terlanjur memilih hidup dengan cinta dalam mahligai rumah tangga. Memang ada sebagian yang dapat meneruskan sekolah sembari hidup berkeluarga. Tetapi sebagian besar mengubur cita-cita mereka dan kembali bergulat dengan keakraban lama sebagai perjalanan hidup turunan dari orang tua yakni kembali menjadi petani sawah, peladang atau pun penyadap getah para. Tapi ada yang jalan hidupnya lebih tragis, dengan alasan membuktikan rasa cinta yang mendalam terhadap pasangannya, maka saat perhelatan pernikahan, mereka menggelarnya dengan gemerlap pesta dengan modal pinjaman dari toke para yang kaya raya. Memang mashur pesta pernikahan mereka sepanjang masa, sampai-sampai ada yang memberi nama anak mereka yang lahir disaat bersamaan dengan perhelatan tersebut dengan “nama orkes” yang ditanggap, atau menggunakan nama biduan yang sempat berjoget dengan Bapak si jabang bayi ketika pesta digelar. Tetapi sesudah pesta gemerlap usai, sang pengantin baru harus menghadapi kenyataan bahwa hutang menggunung harus segera dicicil. Lalu pilihannya adalah satu dekade menjadi anak kapak sang toke di talang, sehingga kadang tiga orang buah hati telah menjadi buah rasa cinta mereka, hutang belum juga lunas. Ironi memang, tetapi itulah fakta kehidupan yang harus dijalani dan menjadi sejarah.

Disisi lain tirai kehidupan berjalan ada pula sejarah tercipta, jangan pula di tanya tentang beratnya perjuangan mereka yang meneruskan perjuangan cita-cita mereka di bangku sekolah, tantangan dan hambatan tidaklah mudah untuk ditaklukkan. Hambatan ekonomi disertai sikap sentimentil yang kadang kala timbul manakala rasa iba terbayang melihat orang tua di kampung halaman yang berjibaku berjuang keras mengais rezeki untuk memenuhi permintaaan bertubi-tubi akan kebutuhan anak-anaknya di kota kadangkala mengecilkan semangat juang.

Akhirnya setiap perjuangan hidup akan menghasilkan sesuatu. Rekan sejawat yang memilih hidup di kampung halaman meneruskan tradisi turun temurun, lalu melahirkan generasi baru dengan gejolak keinginan baru. Sementara di bentangan dunia lain rekan sejawat yang sukses meraih cita-cita mereka terus menapaki hidup sembari sesekali membayangkan kerinduan akan indahnya alam di desa.

Gemerincing suara dering sepeda, hentakan dayung perahu, nyanyian burung-burung dipagi hari, kokok ayam menyambut pagi, sawah menguning yang terhampar dan berbagai makanan khas lauk pauk menjadi penghias kerinduan hati. Bermalam di sawah tatkala padi mulai menguning, bermalam di kebun tatkala menyambut musim duku, rambutan dan durian. Atau gelak tawa saat kebersamaan keluarga tercipta ketika panen padi maupun panen ikan ketika kemarau tiba. Panggang ruan, panggang betok, seluang goreng, ikan pundang, gulai botok, gulai pindang, pucuk kunjing, pucuk kacang dan berbagai hal lain telah tertoreh menjadi sulaman kenangan yang menyebabkan kerinduan pada kampung halaman.

Dan yang pasti ada satu hal yang paling menyentuh hati tentang kerinduan ini ……

Disana telah menggenang dan tertanam tetesan darah, keringat dan air mata ibuku.
Ketika ia berjuang melahirkanku,
Ketika peluhnya jatuh menyusuri bahu dan ototnya yang lemah saat ia mengais rezeki untuk menghidupi dan memperjuangkan cita-citaku.
Ketika tetesan air matanya mengalir perlahan saat kerinduan hatinya mendera pada kami buah hatinya yang tengah berjuang menuai harapan…
Ditanah yang terletak ditepian sungai Musi yang bernama Bailangu … darah keringat dan air mata itu terserap menjadi tugu pertanda ibuku telah berjuang keras melakukan sesuatu untukku.

Terima kasih ibu .... aku selalu merindukan belaian hangatmu.

Kamis, 09 Februari 2012

Kisah Puyang Dak Bepusat dan Emas Dogan


Puyang Dak bepusat yang bernama asli Tiudin selain terkenal memiliki Ilmu kesaktian juga seorang Ulama sehingga beliau memangku jabatan Ketip atau penghulu agama yang merupakan jabatan turunan dari ayahnya yaitu Ketip Rakam, Jabatan ini juga dilanjutkan oleh anak tertua beliau yaitu Ketip Jalil.

Kisah ini terjadi pada bulan Ramadhan tetapi tahun nya tidak diketahui secara pasti.

Pada suatu malam di bulan Ramadhan sehabis tarawih dan tadarus, Puyang Dak Bepusat lalu tertidur. Dalam tidurnya yang nyenyak tersebut tiba-tiba beliau terbangun karena merasa hari sudah siang. Lalu beliau membuka jendela dan nampak langit terang benderang dan beliau merasa bangun kesiangan, lalu menyadari belum menunaikan sholat subuh. Kemudian beliau bergegas pergi kesungai Musi, namun anehnya Sungai Musi mengalami kekeringan yang luar biasa, sampai tidak terdapat air setetespun ketika sampai di dasar sungai. Kemudian beliau berjalan kaki menyusuri Sungai Musi sampai ke daerah Hulu atau Ulu Musi, barulah disana beliau menemukan air untuk berwuduh.

Setelah berwuduh, beliau kembali beranjak pulang untuk segera menunaikan sholat subuh di masjid Desa. Namun tatkala sampai di desa, sesaat sebelum naik tebing, beliau melihat pohon kelapa di pinggiran sungai Musi nampak merunduk atau melengkung ke bawah hingga buahnya mencapai dasar sungai. Lalu beliau mengambil sebutir buah kelapa muda yang masih berupa Dogan, kemudian beliau bawah ke Masjid. Sesampainya di Masjid, kelapa tersebut beliau masukkan kedalam Beduk, lalu beliau menunaikan sholat subuh sebagaimana biasa. Setelah menunaikan Sholat subuh sendirian di Masjid, beliau kembali lagi kerumah. Sesampainya dirumah, beliau masih merasakan ngantuk yang amat sangat, lalu kemudian beliau tertidur kembali.

Saat beliau terbangun, maka beliau melanjutkan aktifitas seperti biasanya yakni pergi keladang dan sawah sampai hari menjelang sore. Pada saat tiba waktunya berbuka puasa beliau teringat dengan Dogan yang tadi subuh disimpan di dalam beduk, lalu beliau memerintahkan salah seorang anaknya untuk mengambil Dogan tersebut, lalu mengambil airnya untuk ditampung di gelas dan diminum, setelah itu beliau membelah dogan tersebut untuk diambil daging isinya. Saat Dogan dibelah ternyata Dogan tersebut tidak hanya berisi daging kelapa sebagaimana biasa, melainkan terdapat sebongkah emas.

Emas tersebut akhirnya terkenal sebagai “Emas Dogan”, dan Emas tersebut akhirnya menjadi benda pusaka yang hanya dibagikan pada garis keturunan laki-laki beliau, dan Kakek kami H. M. Yusuf sebagai cicit (piut) garis keturunan langsung beliau akhirnya mendapat kan bagian emas tersebut kurang lebih satu suku, yang oleh orang tua kami (Bapak) dibuat cincin. Dan Emas tersebut saat di bawa ke Palembang dan diukur kadarnya bernilai 22 karat. Emas yang berupa cincin tersebut hanya disimpan sebagai benda kenangan dan tidak pernah dipakai. Dan diwanti-wanti oleh Kakek dan Bapak bahwa Emas tersebut tidak boleh dipakai oleh garis keturunan perempuan dari Puyang Dak Bepusat sebagaimana pesan turun temurun yang disampaikan oleh Puyang Dak Bepusat sendiri, apalagi jika yang memakainya bukan keturunan Puyang dak Bepusat sama sekali, tentunya sangat dilarang.

Pernah ada kejadian menarik, sekitar tahun 1980 saat saya kelas 2 SD, saat itu kakek kami baru menikahi wanita sunda, yang kami panggil Nenek Sunda. Saat menjelang sedekah aqiqah keponakan kami, Kakek membuka sebuah kotak yang berisi berbagai benda peninggalan yang terawat rapi, berupa uang logam zaman Belanda, beberapa kain batik koleksi Ibu kami, dan juga sebuah cincin emas yang di bungkus kain putih. Si Nenek begitu melihat cincin emas tadi langsung mengambil dan memasangnya di jari manis kiri beliau. Melihat hal tersebut Bapak memperingatkan sang nenek untuk tidak memakai cincin tersebut karena tidak boleh. Namun beliau ngotot dan mengatakan tahayul, dan tidak mau melepas cincin tersebut dari jemarinya. Seminggu setelah memakai cincin tersebut, tiba-tiba sang nenek jatuh sakit dan selalu mengingau, setelah berobat ke mantri desa namun tidak kunjung sembuh, akhirnya di panggil seorang paranormal dari Desa Supat. Menurut Paranormal tersebut nenek sunda memakai sebuah cincin pusaka, dan cincin tersebut harus segera dilepas agar tidak lagi mengalami sakit tersebut. Dan setelah cincin dilepas sang nenek mendadak sehat, dan menurut ceritanya selama sakit, dia didatangi seorang kakek-kakek yang selalu marah dan memukul dirinya.

Sayang nya cincin Emas tersebut saat ini sudah tidak berada lagi di keluarga kami, karena dicuri oleh salah seorang kerabat yang sudah dianggap anak sendiri oleh Bapak dan disekolahkan serta tinggal dirumah. Menurut pengakuannya cincin tersebut di jual kepada Orang Desa Kayuare. Dan kerabat tersebut pernah diperingatkan Bapak untuk mengembalikan cincin Emas tersebut, karena takut terjadi sesuatu pada dirinya, karena cincin tersebut adalah benda pusaka yang seharusnya tidak boleh dipegang oleh orang lain selain keturunan Puyang Dak Bepusat dan itupun harus dari keturunan laki-laki. Setelah sekitar 3 tahun ditunggu setelah kejadian pencurian, cincin tersebut tidak juga dikembalikan, tiba-tiba mendadak kami mendengar kerabat tersebut meninggal kecelakaan pada usia yang masih sangat muda/remaja. Sehingga sampai saat ini nasib cincin tersebut hilang tidak tahu rimbanya dimana. Dan siapa orang yang membeli dan memegang cincin tersebut tidak pernah diketahui.

Terlepas dari hal-hal gaib tentang cincin tersebut, menurut pendapat ulama yang pernah kami tanyakan, Puyang Dak bepusat telah mendapatkan Emas tersebut dalam peristiwa yang biasa kita kenal sebagai malam Lailatul Qodar. Dan mungkin hikmah dari peristiwa tersebut adalah, agar anak cucu keturunannya selalu mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu Wata’ala. Dan Cincin tersebut sebagai cara Allah Swt, menunjukkan kekuasaannya …! Emas bisa ditemukan didalam sebutir kelapa, tentunya sulit dicerna dengan akal, kecuali berdasar iman kepada Allah Subhannahu Wata’ala. Wallahu 'alam bisshawab !

Kamis, 02 Februari 2012

Kisah Puyang Dak Bepusat dan Pusaka Empat Lawang


Kisah ini bermula dari terkenalnya kesaktian Puyang Dak Bepusat sampai ke Bumi Basema. Sebagai efek dari kisah heroik perjuangan Sultan Mahmud badarudin II yang berpusat di Bailangu. Karena itulah ada orang sakti daerah tersebut yang ingin sekali menjajal Ilmu Puyang Dak Bepusat. Orang tersebut berasal dari daerah pendopo Empat Lawang.

Pada suatu hari berangkatlah orang tersebut ke Bailangu, menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan. Sesampainya di Bailangu orang sakti tersebut menanyakan keberadaan Puyang Dak Bepusat yang saat itu tidak ditemukan berada di dusun. Maka atas petunjuk orang di dusun si orang sakti menyusul Puyang yang sedang berada di kebun. Dalam perjalanan menuju ke kebun si orang sakti bertemu seseorang yang sedang membawa tombak sedang beristirahat di bawah sebatang pohon, lalu siorang sakti menanyakan keberadaan Ketip tiudin yang berjuluk Puyang Dak Bepusat kepada orang yang sedang beristirahat tersebut. Dengan ramah orang yang sedang beristirahat menanyakan maksud kedatangan dan keperluan si orang sakti, sembari orang yang sedang beristirahat menancapkan tombaknya di tanah sambil berama tamah dengan si orang sakti.

Setelah bicara-bicara ringan orang yang sedang beristirahat tersebut beranjak berdiri mengajak si orang sakti melanjutkan perjalanan menemui Puyang Dak bepusat, namun saat ia akan mencabut tombaknya yang tertancap ditanah, dia minta bantuan si orang sakti. Lalu si orang sakti dengan sebelah tangannya mencabut tombak tersebut yang ternyata tertancap sangat kuat di tanah seolah terhisap, lalu si orang sakti menggenggam tombak tersebut dengan kedua tangannya dan berusaha mencabut tombak tersebut dengan sekuat tenaganya, namun hasilnya sia-sia. Tombak tersebut seolah merekat kuat dan menempel dengan tanah, kemudian si orang sakti mengerahkan tenaga dalamnya yang di barengi dengan Ilmu kesaktiannya, namun tombak tersebut masih tertanam tanpa mengalami pergerakan sedikitpun. Akhirnya si orang sakti memohon maaf kepada si pemilik tombak, dan mengatakan dia tidak sanggup mencabut tombak tersebut seraya menyatakan keheranan nya “mengapa tombak tersebut tertancap demikian kuatnya, padahal tombak hanya menancap separuh dari mata tombak”.

Kemudian si pemilik tombak memegang gagang tombak tersebut, lalu mencabutnya namun ajaibnya hanya dengan sebelah tangan tombak tersebut tercabut seperti tanpa beban, tidak sebagaimana orang sakti tadi mencabutnya dengan susah payah dan menguras tenaga.

Setelah tombak tercabut dari tanah, lalu si pemilik tombak mengajak si orang sakti dari Empat Lawang tersebut kembali ke Dusun untuk mampir kerumahnya karena hari sudah menjelang sore. Sesampainya dirumah, si orang sakti disambut dengan ramah tamah sebagaimana kebiasaan, kemudian setelah beristirahat si pemilik rumah baru memperkenalkan diri sebagai Ketip Tiudin alias Puyang Dak Bepusat.

Dari situlah akhirnya si Orang Sakti dari Empat Lawang akhirnya mengakui kehebatan Ilmu Puyang Dak Bepusat, dan mengajak “bafajar” atau “pengakuan persaudaraan” antara Orang Bailangu dan Keturuanan Empat lawang. Dan sampai sekarang masih tersimpan sebuah benda Pusaka kenangan dari Orang Sakti Empat Lawang berupa sebilah Tombak atau “Kujur” yang tersimpan berdampingan dengan tombak “Kujur” peninggalan Puyang Dak Bepusat

Dan kalau melihat adat istiadat perkawinan dan bahasa, memang ada kemiripan antara adat orang Bailangu dengan Adat dan bahasa orang Empat Lawang. Ini terlihat pada adat perkawinan orang Empat Lawang (Pendopo khusunya) yang lebih mirip adat Bailangu daripada adat Daerah Basemah (Pagaralam maupun Lahat). Sebagai bukti lain dari telah terjalinnya persaudaraan sejak zaman dulu kala tersebut adalah adanya satu kata yang penyebutannya sama yaitu “Nyemulung” yang artinya menangis yang penyebutan dan artikatanya sama. Walaupun secara umum dialek orang Empat Lawang (pendopo khususnya lebih banyak menggunakan huruf vocal “O” sementara Bailangu lebih banyak menggunakan huruf vocal “E”).
“Ketip Tiudin alias Puyang Dak Bepusat adalah cicit dari Puyang Abusaka pendiri Desa Bailangu yang berasal dari Desa Kima Sungai Liat Bangka dan cucu Puyang Lebe. Puyang Dak Bepusat merupakan Putra Tunggal dari Ketip Rakam yang Istrinya berasal dari Ulak Paceh. Jadi Puyang Dak Bepusat memiliki darah Ulak Paceh dari garis keturunan Ibunya.


Selasa, 31 Januari 2012

Kisah Puyang Orak

Puyang Orak adalah salah satu dari tiga istri Puyang Dak Bepusat alias Ketip Tiudin, konon menurut cerita turun temurun yang kami terima Puyang Orak terkenal kecantikannya. Kalau dalam base dusun "putih koneng, bamatek sipit, rambut panjang tergerai ikal mayang bak gelombang". Dan Puyang Dak bepusat menaklukkan hatinya dengan "kucur" pemberian raja kubu muara bengkulu.

Karena beliau hidup di era perjuangan Sultan Mahmud Badarudin II, dimana saat itu Bailangu merupakan benteng pertahanan Sultan tatkala mundur ke Ulu Musi, maka ada sekelumit cerita yang berkaitan dengan Sultan Mahmud Badarudin II dan Keluarga Puyang Dak Bepusat ini, terutama berkenaan dengan Puyang Orak.
Menurut cerita turun temurun yang kami terima, kecantikan Puyang Orak yang terkenal di seantero MUBA akhirnya terdengar juga oleh Sultan, dan sebagaimana cerita yang kami dapat Sultan Mahmud Badarudin II selain terkenal sebagai pejuang yang anti penjajahan, juga seorang flamboyan karismatik yang menyukai wanita-wanita cantik. Dan konon menurut cerita kakek kami, salah satu penyebab terjadinya penghianatan adiknya Sultan Ahmad Najamudin II adalah karena beliau mengetahui bahwa Kakaknya Sultan Mahmud Badarudin ternyata menaruh hati pada istrinya. Dan hal tersebut diketahui oleh Sultan Ahmad Najamudin atas laporan istrinya, karena saat Sultan Ahmad Najamudin diperintahkan memimpin perang mempertahankan benteng di Plaju Sultan Mahmud Badarudin sempat "mendekati istri" beliau. Dan karena sakit hati atas perlakuan kakaknya tersebut maka akhirnya Sultan Ahmad Najamudin akhirnya berkhianat dan berpihak kepada Belanda dan salah satu kisah yang terkenal adalah disampaikan beliau kepada Belanda tentang rahasia membobol benteng "kuto besak" yaitu peluru meriam tidak boleh menggunakan peluru besi sebagaimana biasanya, namun diganti dengan peluru jeruk bali. Sebagaimana yang dapat kita saksikan saat ini tebal dinding benteng Kuto besak mencapai satu setengah meter dan konon rakyat MUBA berperan serta dalam pembangunan benteng tersebut dengan menyumbang telur sebanyak 3 kapal roda lambung, yang putih telurnya digunakan sebagai perekat batu bata benteng kuto besak.

Selanjutnya saat Sultan membendung serangan Inggris dan Belanda di Desa Bailangu, ternyata kecantikan Puyang Orak terdengar juga ke telinga Sultan, sehingga pada suatu hari dikirimlah utusan Sultan tandang kerumah Puyang Dak bepusat yang disambut oleh ketip Jalil Putranya. Lalu Ketip Jalil kecil memberitahukan tentang kedatangan tamu utusan Sultan tersebut ke Puyang Dak Bepusat. Dan akhirnya tamu tersebut diterima langsung oleh Puyang Dak Bepusat dengan ramah tama.

Namun alangkah terkejutnya Puyang Dak Bepusat mendengar arah pembicaraan utusan Sultan yang menyinggung-nyinggung tentang kekaguman Sultan terhadap kecantikan Puyang Orak istri beliau. Diam-diam Puyang Dak Bepusat memahami kemana arah pembicaraan tersebut yang nampaknya berujung pada pinangan sang Sultan. Yang tentunya sebagai seorang Sultan yang dikagumi dan disanjung serta didukung perjuangannya, ada rasa segan untuk menolak secara kasar pinangan tersebut, namun sebagai seorang suami beliau merasa terinjak-injak harga dirinya, manakala istri yang sedang dipersunting dipinang oleh orang lain. Lantas beliau memanggil putranya Ketip Jalil untuk meminta ibunya "Puyang Orak' agar membuatkan minuman untuk para tamu utusan Sultan tersebut. Tidak berapa lama kemudian datanglah Puyang Orak membawa nampan berisi minuman dan kue ala kadar sebagai hidangan bersantap. Dengan sopan Puyang Orak mempersilahkan para tamu untuk mencicipi hidangan yang dipersembahkan olehnya, dan tatkala para tamu baru mencicipi minuman yang disediakan tadi, pada saat bersamaan Puyang Orak membalikkan badan untuk kembali ke ruang belakang, tiba-tiba Puyang Dak Bepusat menghunus sebilah Mandau lalu menebaskannya ke punggung "Puyang Orak" berkali-kali sambil berkata "jadi istri harus cekatan, ini utusan Sultan, seharusnya kamu harus lebih sopan dan hormat" katanya berulang-ulang seolah marah kepada istrinya tersebut. Tapi ajaibnya Puyang Orak tidak terluka sedikitpun, dan hal ini membuat utusan Sultan terkejut sekaligus takjub dan menjadi takut dan bertambah segan kepada Puyang Dak Pepusat. Setelah kejadian yang singkat dan berjalan cepat tersebut, Puyang Dak Bepusat tetap melayani para tamunya bercengkerama seolah tidak terjadi apa-apa. Tetapi dari kejadian tersebut utusan Sultan memahami bahwa mereka telah melanggar etika dan adat istiadat serta harga diri Orang Bailangu sehingga akhirnya mereka pamit dan menyampaikan hasil pertemuan tersebut dengan Sultan. Atas pertimbangan sumbangsih, dukungan, dan loyalitas masyarakat Bailangu pada perjuangan beliau dan dedikasi loyalitas masyarakat Bailangu yang berhasil menewaskan seorang Jendral Inggris (Meares), maka Sultan mengambil sikap bijak meminta maaf atas sikapnya dan memaafkan apa yang dilakukan oleh Puyang Dak Bepusat.

Dan ternyata apa yang dilakukan Puyang Dak Bepusat terhadap istrinya Puyang Orak adalah sebuah Show of Force atau unjuk kekuatan kepada utusan Sultan, bahwa istrinya saja memiliki "Ilmu yang tinggi" (kebal senjata tajam) apalagi beliau sendiri. Dan makna filosofi yang diajarkan beliau kepada anak cucu keturunannya adalah harga diri adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar oleh siapapun termasuk oleh Raja yang dihormati sekaligus yang dikagumi beliau. Dan semenjak itu ada semacam pesan yang tidak tertulis yang beliau sampaikan kepada anak cucunya, yakni untuk tidak mengagumi sosok pimpinan secara berlebihan apalagi menganggap seorang pemimpin seperti manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan, sehingga cenderung bersikap mendewa-dewakan pimpinan, karena sikap tersebut mengarah kepada syirik/menduakan tuhan. Dan sepertinya karakter tersebut masih melekat dengan orang Bailangu yang cenderung bersikap bersahabat dengan siapapun tetapi tatkala harga dirinya terusik maka perlawanan adalah harga mati yang harus dipertahankan sampai berkalang tanah.

Cerita ini kami dapatkan dari kakek kami H. Muhammad Yusuf atau biasa dikenal dengan Nenek Bogor alias Penggawa Yusuf.  Cerita ini tidak bermaksud mendeskriditkan seseorang terutama Sultan Mahmud Badarudin II, karena begitulah kisah yang disampaikan secara turun temurun disertai dengan beberapa fakta sejarah, terutama tentang kehadiran Sultan di Bailangu yang tercatat dalam sejarah.

Jumat, 06 Januari 2012

Kisah Ulak Maria


Setiap orang Bailangu pasti mengenal "Ulak Maria" yaitu sebuah fenomena alam berbentuk pusaran air yang terletak di hulu sungai Musi di ujung Desa. Ulak atau pusaran air di sungai merupakan fenomena alam yang biasanya terbentuk oleh pertemuan arus dibawah permukaan air. 

Namun Ulak Maria memiliki sejarahnya tersendiri, dan bagi yang belum tahu mengapa pusaran air tersebut disebut dengan "Ulak Maria" ceritanya adalah sebagai berikut.

"Maria"  adalah nama seorang gadis Bailangu, beliau adalah adik bungsu dan wanita satu-satunya dalam adik beradik "Puyang Mahayin" yaitu orang tua dari nenek kami Hj. Zainab/Hasabiah atau tepatnya "Maria" adalah bibi dari Nenek kami Hj. Zainab, Muslimin (Orangtua Wak Hulil), Nenek Ismail (Ibu dari Wak Burhan/Keria Usman), Keria Muslim, Pak Joko (Musyarofah).

Pada suatu hari "Maria" diajak "andun" ke Desa Lumpatan, sebagaimana lazimnya zaman itu, kendaraan yang digunakan adalah perahu. Lalu saat melintasi pusaran air di ujung Desa Bailangu tersebut tiba-tiba ada seekor buaya melompat ke dalam perahu dan menyambar tubuh "Maria" lalu menyeretnya kedalam air. Setelah dilakukan pencarian dan penyelaman selama satu hari satu malam tubuh "Maria" akhirnya ditemukan dalam keadaan telah meninggal dunia lalu dikebumikan di Desa Bailangu.

Semenjak itulah pusaran air tersebut dinamakan "Ulak Maria".